Beranda | Artikel
Pentingnya Tauhid
Kamis, 16 Juni 2016

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata :

Tidaklah diragukan bahwasanya Allah subhanahu telah menurunkan al-Qur’an sebagai penjelas atas segala sesuatu. Dan bahwasanya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan al-Qur’an ini dengan penjelasan yang sangat memuaskan.

Dan perkara paling agung yang diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an adalah permasalahan tauhid dan syirik. Karena tauhid itu adalah pokok Islam dan landasan agama. Tauhid itulah pondasi yang di atasnya akan dibangun segala amalan. Sementara syirik akan menghancurkan pondasi ini dan merusaknya sehingga habis tidak lagi tersisa.

Karena kedua hal ini adalah perkara yang saling bertentangan dan bertolak-belakang, tidak akan mungkin keduany bersatu selama-lamanya. Oleh karena itulah Allah subhanahu telah menjelaskan pokok ini di dalam kitab-Nya pada seluruh bagian dari al-Qur’an. Hampir-hampir tidak ada sebuah surat pun yang kosong dari penyebutan tentang tauhid dan syirik. Dan umat manusia -yaitu kaum muslimin, pent- selalu membaca al-Qur’an ini dan mengulang-ulangnya.

Meskipun demikian, ternyata sedikit sekali orang yang memetik pelajaran dari keterangan ini. Oleh sebab itulah anda jumpai banyak diantara manusia yang membaca al-Qur’an namun di saat yang sama mereka juga terjerumus ke dalam syirik dan merusak tauhidnya. Padahal, perkara ini sudah jelas di dalam Kitabullah dan Sunnah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hal itu terjadi disebabkan mereka berjalan di atas tradisi-tradisi yang ada dan mengikuti apa saja yang telah dikerjakan oleh nenek-moyang mereka, guru-guru mereka, atau para penduduk negeri mereka. Mereka tidaklah memikirkan pada suatu hari seraya merenungkan dan mentadabburi al-Qur’an lalu mengukur dengannya apa yang telah menjadi kebiasaan orang-orang; apakah hal itu perkara yang benar atau tidak benar?

Sumber : Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 14

Pelajaran Yang Bisa Kita Petik

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, apa yang telah disampaikan oleh Syaikh Shalih di atas merupakan perkara yang bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dimana banyak kaum muslimin yang telah membaca ayat-ayat al-Qur’an bahkan telah menghafalnya di luar kepala namun pada saat yang sama mereka telah melakukan hal-hal yang merusak tauhid dan keimanannya.

Salah satu ayat yang selalu kita baca setiap hari tidak kurang dari tujuh belas kali adalah ayat yang berbunyi ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (al-Fatihah).

Di dalam ayat ini terkandung prinsip bahwa ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah atau biasa disebut dengan istilah tauhid. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah atau menujukan ibadah kepada Allah saja. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari kalimat syahadat laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah).

Berdasarkan ayat itu maka segala macam bentuk ibadah tidak boleh ditujukan kepada selain Allah apa pun atau siapa pun dia. Hal ini juga telah ditegaskan dalam ayat (yang artinya), “Dan Rabbmu telah memerintahkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya.” (al-Israa’ : 23)

Beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah inilah yang disebut sebagai perbuatan syirik. Padahal, syirik adalah dosa besar yang paling besar dan sebab kekal di dalam neraka, wal ‘iyadzu billah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (al-Ma’idah : 72)

Karena itulah menujukan ibadah kepada selain Allah -apakah itu berupa doa, sembelihan, nadzar, istighotsah, tawakal, isti’adzah, dsb- adalah termasuk syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik maka pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Termasuk dalam bentuk syirik pula adalah beramal karena menginginkan pujian dan sanjungan manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Syirik ashghar berupa riya’ -beramal karena ingin dilihat dan dipuji orang- menyebabkan amalan yang tercampurinya menjadi terhapus dan pelakunya termasuk orang-orang yang mendapatkan ancaman keras sebagaimana dalam kisah tiga orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat, yaitu orang yang berjihad, orang yang menimba ilmu dan membaca al-Qur’an, dan orang yang bersedekah akan tetapi mereka tidak ikhlas. Maka mereka pun dilemparkan di dalam neraka disebabkan ketidakikhlasan yang ada pada amalnya. Karena itulah para ulama kita mengatakan, “Betapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niatnya.”

Amal-amal yang tidak ikhlas justru akan mendatangkan penyesalan dan kesedihan pada hari kiamat. Sebagaimana telah Allah jelaskan dalam ayat (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang telah mereka lakukan lalu Kami jadikan ia bagai debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya bersama-Ku ada sesembahan/pujaan selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Karena itulah masalah tauhid dan syirik adalah masalah yang sangat besar dan urgen untuk dipelajari dan dipahami dengan baik. Karena tauhid merupakan sebab utama keselamatan dan jalan kebahagiaan. Adapun syirik adalah sebab kebinasaan dan jalan menuju kesengsaraan dan siksa. Karena begitu pentingnya tauhid inilah Allah utus para rasul dan Allah turunkan kitab-kitab, bahkan tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mewujudkan tauhid.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Dan ibadah tidak akan diterima kecuali apabila bersih dari syirik. Oleh sebab itu Allah memerintahkan (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)

Tauhid inilah kewajiban terbesar atas setiap insan di muka bumi ini. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas setiap hamba adalah hendaklah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/pentingnya-tauhid-2/